Akademisi Unair Beri Masukan RUU Pengawasan Obat Dan Makanan
Badan Legislasi (Baleg) DPR RI mengundang peneliti dari Universitas Airlangga Surabaya untuk mendapatkan masukan-masukan terkait dengan pembahasan RUU tentang Pengawasan Obat dan Makanan serta Pemanfaatan Obat Asli Indonesia.
RUU ini termasuk salah satu RUU prioritas tahun 2011 yang menjadi target penyelesaian RUU di DPR.
Rapat yang dipimpin Wakil Ketua Badan Legislasi DPR Dimyati Natakusumah, Selasa (28/6) menghadirkan Wakil Dekan III yang membawahi bidang pengembangan dan kerjasama Universitas Airlangga, Bambang Prayogo .
Selain akademisi dari Unair, Baleg berencana akan mengundang asosiasi makanan, asosiasi obat, asosiasi alat-alat kesehatan dan dari Pemerintah yaitu Badan POM, Kementerian Kesehatan, Kementerian Perindustrian, Kementerian Perdagangan serta Kementerian Agama.
Pada kesempatan tersebut, anggota Baleg dari Fraksi Partai Demokrat, Alyah Setiawaty mengatakan, kenapa kita tidak bisa menjadi tuan rumah di negeri sendiri untuk obat-obat tradisionil, mengingat negara kita sangat kaya dengan tanaman-tanaman obat yang berkhasiat untuk menyembuhkan penyakit.
Dia mencontohkan, seperti Cina yang sangat tersohor pengobatan tradisionilnya hingga dapat merajai pasaran dunia.
Tentunya, obat-obat tradisionil ini perlu diuji secara medis khasiatnya dan bukan hanya sekedar obat tradisionil yang juga banyak diiklankan dipasaran yang belum terbukti khasiatnya secara medis.
Untuk itu, dia menanyakan pengawasan bagaimana yang dilakukan dalam RUU ini untuk mengatur begitu banyaknya obat-obat tradisionil yang berkembang dipasaran, sehingga obat tersebut tidak merugikan dan membahayakan bagi masyarakat luas.
Sementara Anggota Baleg dari F-PKS Bukhori Yusuf menambahkan, bangsa Indonesia yang kaya akan tanaman-tanaman obat perlu didukung pemanfaatan dan kelestariannya.
“Kita perlu melindungi obat-obat tradisional yang tidak kalah khasiatnya dengan obat modern,” katanya. Sepanjang bisa memberdayagunakan dan mengolah menjadi obat yang sangat berkhasiat, tentunya hal ini akan berdampak bukan saja pada masyarakat, tapi juga berdampak pada perekonomian bangsa.
Menurut Bukhori, judul RUU ini akan lebih tepat jika dinamakan pemanfaatan bukan pengawasan. Karena sebagai negara yang sangat subur akan tanaman obatnya, hendaknya dapat dirasakan dan dinikmati pemanfaatannya oleh masyarakat. “RUU ini perlu diberikan penekanan apa yang akan ditonjolkan,” katanya.
Namun dia mengingatkan, RUU ini harus memikirkan keberpihakan pada rakyat kecil, yang tentunya kekayaan tanaman obat tersebut dapat dimanfaatkan dan dirasakan masyarakat.
Pada kesempatan tersebut, Bambang Prayogo mengatakan, dia sependapat obat tradisonal perlu dikembangkan dan dibudayakan. Dengan kekayaan tanaman obat yang sangat berlimpah ini, seharusnya kita menjadi tuan rumah dinegeri kita sendiri. Namun kenyataan dilapangan , obat-obat tradisionil dari negara Cina masih mendominasi peredaran obat tradisional di tanah air.
Sekarang, katanya, Obat tradionil menjadi pilihan utama ketika seseorang divonis tidak sembuh. Pilihan ini juga disebabkan karena mahalnya harga obat modern, sehingga orang lebih memilih obat tradisionil.
Bambang sependapat perlunya diatur secara ketat pengawasan terhadap peredaran obat-obat tradisionil ini. Karena, dia mengakui banyak obat tradisionil yang beredar di pasaran belum teruji khasiatnya.
Dalam hal ini, setiap produsen yang memproduksi obat-obat tradisionil harus mempunyai standarisasi nasional.
Aspek legal dari obat tradisionil tersebut diantanya adalah, harus terdaftar dan mencantumkan nomor pendaftaran pada label, tidak mengandung bahan kimia sintetik atau hasil isolasi yang berkhasiat obat, secara empirik terbukti aman dan bermanfaat serta bahan dan proses pembuatannya memenuhi syarat. (tt) foto:Ry/parle